“Surga berada di bawah telapak kaki Ibu.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i)
Hadis ini menegaskan bahwa keberhasilan generasi tidak lahir secara instan, melainkan melalui proses panjang yang dimulai dari peran keibuan. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyatakan bahwa anak adalah amanah, dan hati anak bagaikan permata yang bersih; ia akan menerima apa pun yang ditanamkan kepadanya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa kualitas internal Ibu sangat menentukan arah tumbuh kembang anak.
“Ibu sehat dan bahagia, lahirkan generasi tangguh” lalu bagaimana cara agar Ibu senantiasa sehat dan bahagia? Islam memandang kesehatan secara holistik, meliputi aspek jasmani, mental, dan spiritual. Al-Qur’an menegaskan prinsip proporsionalitas dan kemampuan manusia:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah: 286)
Ayat ini memberikan dasar normatif bahwa Ibu tidak dituntut melampaui batas kemampuannya. Secara sosiologis, Ibu yang mengalami kelelahan fisik dan tekanan psikologis berkepanjangan berpotensi mengalami penurunan kualitas relasi dalam keluarga, yang berdampak langsung pada pola pengasuhan. Ketangguhan generasi tidak hanya diukur dari kecerdasan intelektual, tetapi juga dari kekuatan mental, integritas moral, dan kematangan spiritual. Al-Qur’an memberikan peringatan serius:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah…” (QS. An-Nisa’: 9.)
Ayat ini mengandung pesan preventif bahwa melemahnya generasi adalah ancaman sosial yang harus dicegah. Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan bahwa kelalaian orang tua dalam mendidik anak akan menghasilkan kerusakan yang lebih besar daripada manfaat yang diharapkan. Pandangan ini menempatkan pengasuhan sebagai faktor determinan ketahanan umat.
Dari sudut pandang sosiologi keluarga, Ibu berperan sebagai primary socialization agent, yakni pihak pertama yang membentuk nilai, norma, dan cara berpikir anak. Ibu yang sehat dan bahagia cenderung lebih mampu menanamkan nilai disiplin, empati, dan ketahanan diri secara konsisten. Islam tidak mengidealkan Ibu sebagai sosok tanpa batas dan tanpa kebutuhan. Prinsip keseimbangan (wasathiyah) menjadi pijakan utama. Rasulullah ﷺ memberikan teladan konkret:
“Rasulullah ﷺ membantu keluarganya di rumah.” (HR. Bukhari)
Hadis ini mengandung pesan sosiologis bahwa tanggung jawab keluarga bersifat kolektif. Beban pengasuhan yang dipikul secara sepihak berpotensi menimbulkan kelelahan struktural pada Ibu, yang pada akhirnya melemahkan fungsi keluarga itu sendiri. Pendekatan ini sekaligus menjadi kritik terhadap budaya yang menormalisasi pengorbanan Ibu tanpa dukungan sistemik. Islam justru mendorong kolaborasi, keadilan peran, dan penghormatan terhadap kapasitas manusiawi Ibu.
Dalam perspektif Islam dan sosiologi, Ibu yang sehat dan bahagia merupakan fondasi utama lahirnya generasi tangguh. Kesehatan fisik, kestabilan emosional, dan ketenangan spiritual Ibu adalah investasi peradaban jangka panjang. Oleh karena itu, memuliakan Ibu tidak cukup berhenti pada simbol dan retorika, tetapi harus diwujudkan melalui dukungan keluarga, kebijakan sosial, dan kesadaran kolektif. Ketika Ibu diperlakukan sebagai subjek yang dirawat, dihargai, dan diberdayakan, maka generasi yang lahir pun akan tumbuh sebagai generasi yang kuat, berkarakter, dan berdaya saing sebagaimana cita-cita Islam dalam membangun peradaban yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Berikut ini beberapa tips sederhana agar menjadi Ibu yang sehat dan bahagia :
1. Menguatkan hubungan dengan Allah
- Menjaga shalat tepat waktu, karena shalat adalah sumber ketenangan hati (QS. Ar-Ra’d: 28).
- Memperbanyak dzikir dan doa, terutama saat lelah atau sedih.
- Membaca Al-Qur’an walau sedikit tapi rutin, kegiatan dapat ini menenangkan jiwa.
2. Ikhlas dan sabar dalam peran ke-Ibuan
- Niatkan setiap tugas sebagai ibadah: mengurus anak, suami, dan rumah.
- Ingat bahwa surga berada di bawah telapak kaki Ibu (HR. Ahmad).
- Tidak membandingkan diri dengan Ibu lain karena setiap Ibu memiliki ujian dan jalannya masing-masing.
3. Menjaga kesehatan fisik sebagai amanah
- Menjaga pola makan halal dan thoyyib.
- Istirahat cukup dan tidak memaksakan diri, ingat bahwa Islam tidak menyukai sikap berlebihan.
- Luangkan waktu untuk olah raga seperti jalan pagi, stretching, dll. Ingat, tubuh adalah amanah dari Allah yang harus dijaga.
4. Menjaga kesehatan hati dan emosi
- Belajar memaafkan dan melepaskan rasa marah.
- Boleh merasa lelah dan sedih (Islam tidak melarang emosi, tapi mengajarkan cara mengelolanya).
- Cerita kepada orang yang amanah atau berdoa langsung kepada Allah.
5. Membangun lingkungan yang baik
- Berteman dengan orang-orang shalihah yang saling menguatkan iman.
- Mengurangi paparan hal yang membuat hati gelisah (seperti ghibah, menjadikan social media sebagai standar gaya hidup, dll)
6. Memberi waktu untuk diri sendiri (me time yang halal)
- Islam membolehkan menikmati hal yang baik dan bermanfaat.
- Luangkan waktu untuk hobi yang positif selama tidak melalaikan kewajiban.
7. Mensyukuri peran sebagai Ibu
- Fokus pada nikmat yang ada, bukan kekurangan.
- Ucapkan Alhamdulillah sesering mungkin karena syukur itu dapat membuka pintu kebahagiaan (QS. Ibrahim: 7).
8. Menjadi Ibu yang terus belajar
- Belajar ilmu agama dan parenting islami.
- Mengajarkan anak dengan keteladanan, bukan hanya perintah.
Hari ini kita belajar bahwa menjadi Ibu bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang menjaga diri. Mari bersama-sama mendukung Ibu agar tetap sehat, bahagia, dan penuh semangat, karena Ibu yang bahagia adalah anugerah bagi keluarga dan masyarakat. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kesehatan, kebahagiaan, dan keberkahan kepada para Ibu. Jadikanlah mereka Ibu yang kuat imannya, sehat raganya, dan bahagia hatinya dalam mendidik generasi masa depan.
Biodata Penulis
Nama Pena : Ratih Sophie Azizah
“Seorang Ibu pembelajar yang senang mengajar”
Kader Madya DPC Setu – Kab. Bekasi
Alamat : Maryam Residence Blok Hasya No. 20
Desa Taman Rahayu Kec. Setu Kab. Bekasi
No. Hp : 081214881755















