- Petualangan Malam Relawan PKS DPC Setu : Selalu Ada Saat Bencana Melanda, Dan Dilupakan Saat Pilkada
Sejak Sabtu dinihari (20/02) di grup-grup whats app dan akun-akun sosial media menyuarakan satu hal yang sama, banjir ! Dan untuk kesekian kalinya, Kabupaten Bekasi tergenang hampir merata diseluruh wilayahnya. Selatan, Timur, Barat bahkan untuk wilayah Utara banjir malah telah melanda daerah itu sejak 3 pekan lalu. Sebut saja di Kecamatan Babelan yang menjadi lintasan Kali CBL dan Muara Gembong yang merupakan lintasan Kali Citarum.
Setu adalah sebuah kecamatan yang terletak di wilayah selatan Kabupaten Bekasi. Sebuah wilayah yang dulunya asri dengan area persawahan dan perkebunan warga asli yang sangat luas, kini sebagiannya sudah menjadi area pemukiman tempat hijrahnya warga pendatang sebagai konsekuensi daerah yang berada tak jauh dari kawasan industri.
Sabtu pagi, Setu dilanda banjir. Beberapa desa terutama di wiilayah perumahan digenangi air dengan tinggi bervariasi antara 30-120 cm. Salah satu yang terparah ada di Perumahan Griya Setu Permai, Desa Ciledug yang pintu gerbangnya hanya berjarak kurang lebih 1 kilometer dari Pasar Setu.
Di sini, ketinggian air antara 40-100 cm. Rata-rata mencapai sepinggang orang dewasa. Sejak subuh, permintaan evakuasi warga menjadi menu wajib relawan PKS DPC Setu. Hujan yang deras, dengan akses terbatas karena digenangi air tak menyurutkan nyali mereka sedikitpun. Bahkan sebagian mereka adalah penyintas banjir. Mereka tinggalkan keluarga mereka, demi menolong sesama yang bahkan tidak mereka kenal sama sekali. Luar biasa.
Selain evakuasi dengan perahu karet yang mereka miliki, mereka juga mengangkut logistik kebutuhan para penyintas banjir yang memilih untuk bertahan dirumah masing-masing atau menumpang pada tetangga yang rumahnya berlantai dua. Penderitaan mereka kian bertambah saat listrik padam jelang siang hari tadi.
Sabtu malam saat waktu menunjukkan pukul 20.30 wib, saya tiba diposko PKS DPC Setu. Dengan menenteng dua kantong besar berisi 100 Burger produk merk terkenal sumbangan seorang donatur, saya tak segan menawarkan diri bergabung dengan para relawan itu mengantarkan logistik ke bagian terparah perumahan yang terendam dengan perahu karet besar.
Kaki mulai gentar saat berjalan pelan mendekati lokasi perahu ditambatkan. Air telah menyentuh lutut saya saat melangkah. Pelan saya naik keatas perahu dan perlahan namun pasti perahu mulai ditarik maju oleh para relawan.
Gelap gulita, kadang hanya nyala serupa lilin dikegelapan. Suara riak air seiring langkah para relawan. Makin menjauh makin mendalam genangan.
” Bu, turun dulu ya. “
Ucap salah seorang. Saya kaget, di hadapan saya ternyata sebuah jembatan yang posisinya agak menjulang. Rupanya perahu harus diangkat. Yess ! Diangkat. Melewati jembatan yang kering, yang dijadikan parkir beberapa mobil dan motor yang berjajar. Tuhan.
Saya tercekat, menyaksikan para relawan bersusah payah mengangkat perahu yang pastinya tak ringan, ditambah ternyata perahu itu tak hanya berisi logistik berupa air mineral dan kotak nasi, tapi juga mengangkut genset pesanan seorang warga perumahan. Ya Rabbi. Tasbih dan takbir tak henti saya ucapkan. Kalian ini manusia atau bukan ? Hiks.
Usai melintasi jembatan, perahu kembali diturunkan. Saya diminta naik kembali. Air bertambah dalam, suasana kian kelam. Rumah-rumah kosong, gelap mencekam. Dan mulailah sebuah fenomena yang kian mencengangkan. Para relawan berkaos orange ini mulai berteriak,
” Halo, ada orang ? “
” Bapak, ibu…. “
Begitu berulang-ulang. Kadang teriakan itu disambut kesunyian. Namun tak jarang teriakan itu disambut suara riang tertahan dari kejauhan,
” Ada paakk. Kami belum makan. “
” Berapa orang dirumah ? “
” Ada 8 orang pak. “
” Ada anak kecil? “
” Ada pak, 2 orang.”
” Ada air minum ? “
” Ada, pak. “
” Terima kasih banyak, pak. “
” Kalau mau di evakuasi hubungi ketua RW ya. Kalau mau tetap bertahan, jangan lupa jaga diri dan jaga kesehatan. “
” Baik, pak. “
Pintupun tertutup kembali, perahu perlahan bergerak lagi. Dan air mata saya jatuh di pipi. Dalam haru dan isak yang tak tertahankan lagi.
Genangan dan genangan berteman gelap laksana kota mati. Senyap. Dan entah kenapa ada kelegaan dihati saat suara bersahutan datang dari lantai dua sebuah rumah, atau teriakan beberapa orang yang memilih mengungsi dari sebuah masjid komplek ini. Alhamdulillah.
Satu jam saya berkeliling. Membagi-bagikan logistik untuk para penyintas banjir. Ada sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ibu bersama dua orang laki-laki dan seorang anaknya yang gadis, ikut bersama saya diatas perahu. Saat bertemu mereka tengah berjalan tertatih, lapar dan letih karena sejak siang tak memiliki apa-apa untuk dimakan lagi. Mereka memutuskan untuk keluar dari rumah mereka saat mereka khawatir air kian meninggi. Dalam gigil kedinginan mereka memilih berjalan sambil saling berpegang tangan, berharap pertolongan Tuhan datang menghampiri. Dan saat perahu kami melintas, tak canggung mereka mengajukan diri untuk bisa ikut menaiki perahu kami.
Saya mengakhiri petualangan menyusuri banjir di posko PKS DPC Setu yang terletak di samping kiri gerbang Perumahan Griya Setu Permai. Disana tempat relawan PKS berkumpul untuk bergantian mengawal warga untuk evakuasi atau membagikan logistik. Di posko yang ala kadarnya itu, tak mengurangi kehangatan suasana dalam keikhlasan untuk melayani. Mereka sudah paham betul akan keikhlasan untuk terus berbagi. Walau sebagai partai politik yang memilih untuk berseberangan dengan partai politik yang berkoalisi dengan pemerintah, PKS kenyang untuk di caci maki, tapi itu semua tak pernah menyurutkan hasrat untuk tetap nomor satu dalam proyek-proyek kebaikan yang bermuara pada kalimat, akhirat oriented. Teguh untuk tetap memperjuangkan eksistensi kebenaran dan memperjuangkan kepentingan bangsa. PKS tak pernah surut walau selangkah, tetap terdepan dalam pelayanan saat musibah melanda walau ditinggalkan saat pileg dan pilkada. Bravo PKS !