::
DPD PKS Kabupaten Bekasi - DPD PKS Kabupaten Bekasi - DPD PKS Kabupaten Bekasi - DPD PKS Kabupaten Bekasi -
Website DPD PKS Kabupaten Bekasi
Mengenal PKS

IBU (cInta, adaB, ilmU)

Pernah mendengar lagu qasidah dengan lirik berikut ini?

Adikku melanggar hukum. Aku yang menjadi saksi Paman penuntut umum. Ayah yang menghakimi. Walau ibu gigih membela. Yang salah tetap salah

Lirik qasidah ini sempat terniang sekitar tahun 1990-an. Maknanya cukup dalam. Berkisah tentang seorang anak yang melakukan kesalahan lantas mendapat hukuman. Namun, di dalam sebuah persidangan, seorang ibu justru membelanya habis-habisan. Ketika logika hakim yang saat itu adalah ayahnya si anak, justru tegas menegakkan keadilan. Meskipun ibu meminta pengampuan, ayah kokoh memberi hukuman. Ya, yang salah tetaplah salah. Dari lirik ini kita bisa belajar tentang arti cinta. Cinta itu harus benar. Mencintai dengan salah akan membawa petaka.

Cinta seorang ibu kepada anaknya ataupun sebaliknya adalah sebuah keniscayaan. Seharusnya memang begitu. Pepatah mengatakan bahwa cinta anak sepanjang galah, cinta ibu sepanjang masa. Dijelaskan dalam maknanya, anak memiliki keterbatasan dalam mencintai ibunya karena ia akan hidup dengan keluarga kecilnya. Ia tentunya lebih mengurusi urusan rumah tangganya daripada orang tuanya. Bukan lupa, mungkin hanya masalah prioritas. Sementara sang ibu, ia akan tetap mencintai anaknya sepanjang usianya. Bahkan, doanya pun tak putus untuk keselamatan dan kebaikan putra dan putrinya.

Bisa jadi cinta murni ini muncul karena ibu telah merasakan hadirnya sang anak dari awal ia terbentuk di kandungan. Ibu merasakan betul betah susahnya ia mengandung, melahirkan, membesarkan, mengasuh, dan merawat anak-anaknya hingga dewasa serta mampu menjalankan kehidupan secara mandiri. Terkadang ia harus mengorbankan semua yang ia miliki, baik jiwa, raga, bahkan hartanya untuk anak yang disayanginya. Jadi, itulah cinta.

Allah Swt. menurunkan cinta dan menghadirkan cinta pada setiap manusia. Rasa ini hadir karena dorongan kalbu terdalam. Bentuknya macam-macam. Bisa berupa senyuman manis penuh ketulusan, sapaan lembut, sentuhan kasih, atau sebuah pemberian tanpa balasan. Ibu pastinya akan memberikan semua bentuk cinta itu kepada anaknya. Nasihat pun jua. Tak putus-putus ibu mengarahkan. Ia membimbing dan memberi tahu hal yang baik dan buruk sampai si anak akil dan bisa membedakan keduanya.

Tak dipungkiri, bentuk cinta ibu itu terkadang tersandung. Ibu menyampaikan kebenaran dengan cara menggertak, sedikit cubitan mungkin, makian, amarah, atau omelan yang akan berhenti jika anaknya mulai luluh. Sementara anak merespon dengan caranya. Ada yang menangis karena tak suka diperlakukan begitu. Ada pula yang tertantang untuk adu kekuatan dengan sang ibu. Lantas, apakah itu bisa disebut cinta?

Rasulullah saw. memberikan contoh pada kita tentang bagaimana mencintai anak. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Rasulullah itu suka menggendong, mencium, bermain, dan mengusap kepala anak kecil, serta mendidik mereka dengan kasih sayang. “Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil di antara kami dan tidak mengetahui kemuliaan orang tua di antara kami.” (HR. Tirmidzi)Selayaknya mencinta, ibu perlu mencontoh hal yang disampaikan hadist tersebut. Mudahnya, bersikap lembut pada anak, menasihatinya dengan cara yang baik, dan tidak mengotori lisan kita dengan kata-kata mudharat.

Bersikap lemah lembut dan menyampaikan nasihat dengan santun merupakan bentuk cinta tulus seorang ibu kepada anaknya. Hasilnya, si anak membalas dengan hal serupa. Jika bicara hati, kita pernah dapati sebuah pernyataan berikut, “Sampaikan dengan hati, maka hati akan menangkap dengan hati pula.” Bersikap baik pada anak, maka akan terbentuk akhlak dan nuraninya.

Akhlak dan nurani merupakan jelmaan adab. Jika baik, maka akan baik adabnya. Meskipun masih sering kita dapati anak yang sulit diatur dan suka berbantah dengan ibunya, namun seiring waktu, anak akan mulai menyadari kesalahannya sendiri. Itu tanda bahwa proses akilnya berjalan.

Proses akil anak tentunya berbeda-beda. Menurut Dr. Aisyah Dahlan, proses akil pada anak perempuan akan lebih cepat daripada anak laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan otaknya. Otak kanan dan kiri pada anak perempuan cepat seimbang dan matang, sementara anak laki-laki, otak kanannya dulu yang berkembang. Wajar, jika anak laki-laki suka sekali bermain daripada belajar karena sebetulnya bermainnyalah itu cara si anak laki-laki belajar. Akilnya akan sempurna ketika anak laki-laki menginjak usia SMA.

Berkaitan dengan adab, Dr. Aisyah menambahkan agar para ibu bersabar. Mengarahkan, membimbing, dan mengayomi adalah bentuk pengasuhan paling optimal atas proses tumbuh kembang anak. Proses tersebut alami adanya. Kita sebagai ibu juga tak perlu dibawa perasaan dan bersedih hati jika mendapati adab anak-anak belum sesuai yang diharapkan. Perilaku negatif yang ditimbulkan pun sebenarnya sinyal bahwa anak butuh disentuh, dibelai, dinasihati, dan didukung untuk berubah ke arah yang positif. Ibu-ibu yang memiliki cinta tulus pastinya akan bersabar dan menikmati proses ini.

Bagaimana jika geram dengan perilaku anak? Marah itu wajar. Marah adalah ekspresi dari emosi ketidaksukaan terhadap sesuatu. Marah pada anak tidak masalah. Tinggal bagaimana cara kita sebagai ibu untuk mengungkapkannya.

Dalam buku Don’t be Angry Mom, dr. Nurul Afifah mengajak para ibu untuk bersabar dan tidak mudah marah. Menariknya, beliau juga menyelipkan cara-cara unik dan lebih manusiawi dalam mengungkapkan amarah. Beliau lebih menekankan pada penggunaan bahasa. Marah itu boleh, asal tidak melewati batas. Gunakan kata-kata yang baik meskipun dalam kondisi marah.

Yakin, menjadi ibu itu mudah. Ibu yang baik tentu akan mengusahakan yang terbaik. Ibu yang baik tentu akan menjaga adab. Ibu yang baik juga akan terus belajar menjadi baik. Selamat hari ibu tahun 2025. Semoga para ibu menjadi ibu yang tulus cintanya, terjaga adabnya, dan luas ilmunya.


BIODATA PENULIS

Aprilia Fitriyani adalah seorang ibu rumah tangga. Ia tinggal di Kabupaten Bekasi bersama suaminya, Dian Fadli dan dua putranya, Fathan dan Hamdan. Ia lahir di Metro, Lampung pada tanggal 22 April 1990. Putri kedua dari Bapak Jumakir dan Ibu Calem ini menyukai dunia kepenulisan sejak SMK. Ia semakin gandrung dengan kepenulisan semenjak bergabung di Forum Lingkar Pena tahun 2008 hingga 2012. Karyanya tidak banyak. Lebih banyak disimpan di instagram dan laptop pribadinya. Terkadang ia kirim untuk mengikuti lomba atau dikumpulkan bersama karya teman-teman sebagai buku antologi.

Puisi Merdeka dalam Antologi 72 Puisi Kemerdekaan Aku Pelajari Kemerdekaan oleh DPD PKS Kota Bandar Lampung tahun 2017. Saat itu, ia menulis puisi tersebut dengan menggunakan nama penanya, Qurani Lajowa. Ratu Darah Putih, sebuah Cerita Rakyat Lampung pernah dimuat di Majalah Bastra (Bahasa, Sastra, dan Literasi) Edisi Perdana pada Desember 2018 oleh Kantor Bahasa Lampung. Cerpen Getuk Lindri Mang Hasan juga pernah terbit dalam Antologi Cerpen Rumah Persahabatan ketika ia masih tergabung di tim literasi SMP IT Permata Bunda IBS Bandar Lampung tahun 2019. Dongeng Sistem Imun dalam Kumpulan Curahan Inspirasi Ibu Era Digital terbit di tahun 2019 melalui Rumah Belajar Literasi dan Member Ibu Profesional Lampung. Selain cerpen dan puisi, salah satu artikel terbit kolom Warta Lampung tahun 2021 dengan judul Hari Anak Nasional, Ketua PKS Bandar Lampung Muhammad Suhada Blak-Blakan Soal Anugerah Punya Putra Penyandang Down Syndrome.

Tulisan berjudul IBU (cInta, adaB, ilmU) merupakan sekelumit pemikiran yang ia tuangkan. Ia berharap, tulisannya ini mampu menguatkan ia dan para ibu yang sama-sama berjuang menjadi ibu yang baik.

Sekarang, Ani, sapaan akrabnya, mendirikan Pena Ibu sebagai wadah berbagi untuk ibu-ibu menulis kesehariannya. Ani dapat dihubungi di @quranilajowa atau 085669918207.

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
DailyIQ