RAMADHAN MEMBUAT KITA SELALU MENGINGAT ZAT PEMBERI REZEKI
Oleh : Ustadz Sunardi Ketua MPD PKS Kabupaten Bekasi
Umar bin Khattab ra. pernah memberi nasehat,”Dari begitu banyak sahabat, aku tak menemukan sahabat yang lebih baik dari menjaga lidah. Aku memikirkan tentang semua pakaian, tapi tak menemukan pakaian lebih baik dari pada taqwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal, namun tidak menemukan yang lebih utama dari pada memberi nasehat yang baik. Aku mencari segala bentuk rezeki, tapi tidak menemukan rezeki yang lebih baik dari pada sabar.”
Ramadhan membentuk kita menjadi pribadi yang ingat akan Zat yang memberi rezeki. Pribadi yang bersyukur bukan pribadi yang kufur nikmat. Karena di luar Ramadhan betapa banyak orang yang tak bersyukur, padahal setiap hari Allah curahkan nikmat yg tak pernah henti. Saat pemberian dan karuniaNya tak pernah henti kita rasakan, ada saja manusia yang masih mengeluhkan masalah-masalah kecil dalam hidup. Kadang kita masih juga cengeng dan ringkih dengan ujian-ujian kecil yang selayaknya kita hadapi dengan kesabaran.
Rezeki adalah semua rahmat Allah kepada kita, bukan hanya harta uang atau segala sesuatu yang bersifat materi. Nafas yang kita hirup setiap detik, air yang kita pakai, cahaya mentari, dan apapun yang kita rasakan kenikmatannya merupakan rezeki.
Rezeki ketika kita masih bisa berdiri, rezeki ketika kita masih bisa duduk atau berbaring, dan rezeki ketika kita masih bisa berjalan.
Semua itu adalah rezeki kesehatan yang tak ternilai harganya, yang terkadang kita lupakan manfaatnya.
Baru sadar saat kita sakit. Kesehatan adalah harta yang terbayarkan dan tak ternilai. Uang dan harta tak ada artinya jika kita selalu sakit. Sakit berkepanjangan, tak bisa beraktifitas.
Hitunglah berapa biaya cuci darah, biaya tabung oksigen, alat pacu jantung, biaya kamar rumah sakit dan biaya lainnya saat seseorang sakit. Jika sakit satu pekan, sakit satu bulan, atau sakit satu tahun, pasti biaya yang kita butuhkan begitu banyak.
Puluhan juta bahkan ratusan juta.
Namun ketika sehat kenapa sebagian orang lupa, lupa ibadah, lupa dakwah, lupa berkontribusi untuk agama Allah. Padahal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :”Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara:”Waktu mudamu sebelum masa tuamu, waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu,waktu kayamu sebelum waktu miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu hidupmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu.” [ HR. Hakim ]
Terusnya bersyukur tanpa batas, teruslah bersabar tanpa henti, teruslah beramal tanpa lelah, teruslah berdakwah tanpa berkeluh kesah, karena “Hidup itu seperti naik sepeda. Untuk tetap seimbang kita harus terus bergerak berbuat kebaikan dan manfaat.”
Syukuri dan manfaatkan nikmat Allah untuk mencari peluang kebaikan lainnya yang tersebar disekitar kita.
Teruslah mendekat kepada Allah di sepertiga malam, karena Ramadhan saat termudah untuk bangun malam. Kita akan semakin tenang dalam menjalani kehidupan dengan terus berinteraksi dan mentadabburkan KalamNya. Pahami dan renungkankan maknanya, maka seluruh syaraf-syaraf tubuh kita akan semakin kuat menghadapi masalah dunia. Dunia yang receh dan tak ternilai dibandingkan kenikmatan akhirat.
“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah, hina (tidak bernilai di hadapannya) (HR At-Tirmidzi dari Anas bin Malik RA).
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. Hal ini dikarenakan orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) jika telah mendapatkan sebagian dari (harta benda) duniawi maka nafsunya (tidak pernah puas dan) terus berambisi mengejar yang lebih daripada itu, sebagaimana dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya seorang manusia memiliki dua lembah (yang berisi) harta (emas) maka dia pasti (berambisi) mencari lembah harta yang ketiga“(HR al-Bukhari)
Kekayaan yang hakiki adalah kekayaan dalam jiwa. Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (dalam) jiwa“.(HR Al-Bukhäri-Muslim)
Wallahu’alam bis showwab.















