::
DPD PKS Kabupaten Bekasi - DPD PKS Kabupaten Bekasi - DPD PKS Kabupaten Bekasi - DPD PKS Kabupaten Bekasi -
Website DPD PKS Kabupaten Bekasi
Mengenal PKS

Ibuku Murrabiyahku

Ibu sedang mengajarkan anak perempuannya mengaji

Kisah-kisah sederhana di masa kecil bersama ibuku, sekitar tahun 80-an yang pelajarannya terus hidup sampai hari ini didalam hatiku. Setiap hari pasaran Pahing, Pon dan Kliwon menurut kalender Jawa, pagi-pagi buta, pasar kecil di sebelah timur kampungku mulai menggeliat, mbok-mbok bakul mulai menggelar dagangannya, begitupun aku, aku duluan dateng ke pasar untuk menata dagangan ibu. Ibu masih dirumah karena harus menyiapkan sarapan dan memandikan adik-adiku.

Aku sendiri sudah bangun sejak adzan Subuh, sesudah sholat langsung cuci piring, mandi dan memakai baju seragam sekolah, memakai sepatu, menyambar tas kain yang sudah usang dan segera mengayuh sepeda cepat-cepat ke arah Pasar. Menggelar dagangan ibu, beras, garam, mie, minyak, gula, teh dan lain-lain. Ya ibuku jualan sembako. Tidak lama kemudian ibu datang menggendong tenggok bambu berisi dagangan” lain dari rumah, tak lupa membawakan sarapan pagi buatku. Teh manis hangat dan nasi urap lauk tempe goreng. Sambil sarapan aku bertanya kepada Ibu, kenapa pagi pagi gini kita sudah sibuk berdagang, sedangkan teman” yang lain masih santai menikmati pagi dan hangatnya aneka macam sarapan dirumah. Ibu menatapku lembut dan tersenyum, Nok bapakmu hanya buruh pabrik kecil, upahnya tidak seberapa, hanya cukup untuk biaya sekolah kamu, kakakmu dan adik”mu, Jadi Bapakmu menginjinkan ibu berdagang dipasar untuk menutupi

kebutuhan sehari – hari kita, untuk makan, sedekah, untuk kondangan sana sini juga untuk uang saku kalian sekolah.

Jadi perempuan itu harus rajin, kuat dan jangan gampang mengeluh. Namanya membuka warung, kadang ibu-ibu tetangga belanja terus ngobrol apa aja, banyak yang mengeluh ini itu ke ibu. Ibu tidak suka orang yg hanya pinter mengeluh tapi dinasehatin tidak dijalankan kata ibu lagi. Aku diam tidak menjawab tapi aku paham.

Setelah sarapan, salim tangan ibu dan segera meluncur kejalan menuju sekolah dengan sepeda jengki kesayanganku. Perkataan ibu Perempuan itu harus rajin, kuat dan jangan gampang mengeluh! terngiang-ngiang ditelingaku.

Hari Ahad pagi, sekolah libur, bukan hari pasar juga, aku senang sekali, bisa segera

membereskan pekerjaan rumah dan pergi main bersama teman-teman. Saat bukan hari pasaran adalah waktunya ibu belanja barang-barang dagangan ke Pasar Induk, saya

membantu mencatat barang-barang belanjaan yang harus dibeli dipasar Induk. Sambil berdandan ibu bilang, kalo jam 10 nanti akan ada anak yg sunat kerumah. Oh ya Bapakku

selain kerja dipabrik kain Mori, Bapak juga punya keahlian menyunat, orang menyebutnya Juru Supit, Nok siapkan teh manis anget, goreng pisang dan beli roti bolu susu di Mak’e

Santoso, nanti Masmu dan adikmu biar nyapu dan nyiapin ranjang kasur depan. Ya Bu jawab saya pelan. Saya undang teman-teman ke rumah boleh ya Bu? kataku memohon. Boleh, tapi jangan ribut dan harus sopan kepada tamu yah jawab ibu. Aku mengangguk. Hatiku tambah senang sekali, memang tidak bisa bermain tapi aku akan mengundang teman-temanku

kerumah, membantu menyiapkan segala sesuatu dalam menyambut tamu, pasti nanti Bapakku akan membagi kue-kue bawaan tamu kepada kami semua. Aku segera keliling kerumah teman-temanku. Tak lama teman-teman ku sudah kumpul, kami segera berbagi

tugas ada yang masak air teh dan goreng pisang, ada yang ke warung, ada yang bantuin Mas dan adik saya mengganti sprei, ada yang nyapu halaman. Bapak menyiapkan peralatannya dan sekali-sekali menengok pekerjaan kami. Jam 10 tepat tamu datang aku dan temanku menghidangkan Teh dan cemilannya dimeja tamu kemudian menyalami para tamu dengan takzim.

Sebelum dzuhur semuanya selesai alhamdulillah. Ibu juga sudah pulang dari pasar, kami berkumpul diruang tengah, ibu membuka keranjang hantaran tamu, ada lemper, nagasari,

kue apem, peyek dan nasi beserta lauk pauk komplit. Setelah berdoa kami makan Bersama-sama. Bapak, ibu, kakak, adik dan teman-temanku terlihat bahagia sekali. Sembari makan ibu menasehati kami, rajin-rajinlah belajar dan membantu orang tua dari sekarang, jika sudah besar nanti ilmu yang kamu pelajari dan sifat rajinmu akan membantu membuka pintu-pintu rejekimu. Seperti Bapakmu ini, buruh pabrik menjadi sumber rejeki bulanan untuk bayar sekolah kalian, juru Supit menjadi rejeki dadakan yang sangat berguna, Bapakmu juga menanam pohon nangka, pisang, sukun, kelapa dll dikebun menjadi rejeki yang sewaktu-waktu bisa kita gunakan jika ada keperluan, Bapakmu juga memelihara ikan dikolam bisa untuk lauk sehari-hari, bisa juga dijual karena setiap 6 bulan ikannya sudah pada besar. Kami mendengarkan perkataan ibu dengan sesekali mengangguk, Bapakku menimpali perkataan ibu agar lebih jelas lagi. Ibumu membantu Bapak dengan berdagang, biar ibumu bisa punya yang sendiri jika Bapak blm dapat uang dan pekerjaan ibumu itu dihitung sedekah yang diganjar pahala berlimpah jika seorang Bapak & seorang ibu itu saling ridho. “Mas Di.. Kamu yang rajin mencari rumputnya untuk makan kambing yah, jangan bermalas-malasan, kambing itu menjadi rejeki tahunan karena tiap Hari Raya Idul Adha Bapakmu menawarkan kambingnya kepada para tetangga yg akan berqurban”. Mas Di mengangguk mengiyakan.

Adzan berkumandang kami segera berbenah dan segera menuju ke mushola kecil untuk sholat Dzuhur. Selesai sholat kami bercanda diteras mushola sambil makan lemper yang kami bawa dari rumah, kami juga membahas rejeki-rejeki yang tadi ibuku sampaikan. Ada

yang ingin menjadi guru sambil ternak Bebek, ada yang ingin menjadi pramugari sambil buka toko emas, kami hanyut dalam hayalan, membayangkan keinginan kami jika besar nanti.

Suatu hari ba’da Ashar, aku diajak menjenguk Bulik, adik Bapakku, yang sedang dirawat dirumah sakit, kami berdua naik angkutan desa yang kami sebut Kol, aku senang sekali

karena jarang bepergian naik Kol. Ibu membawakan roti dan buah buat Bulik, yang dibelinya

di toko Encik sebelum berangkat. Sebenarnya aku ingin sekali minta sedikit rotinya, tapi tidak berani bilang ke Ibu, karena aku sudah tau jawaban apa yang akan kuterima. Sampai dirumah sakit ibu berbincang-bincang hangat dengan Bulik, aku bermain dengan anak Bulik yang memang seumuran denganku. Setelah beberapa lama ibu pamit pulang, sepanjang jalan pulang ibu banyak diam, sepertinya ibu resah.

Ba’da Magrib terdengar orang mengucapkan salam dari luar rumah, Bapak menjawabnya dan segera membuka pintu, ternyata pembantunya Bulik, dia membawa bungukusan, kemudian diserahkannya ke Bapak dan dia pamit pulang. Bapak memanggil ibu dengan muka bingung sambil membuka bungkusannya, ternyata roti dan buah buahan yang kami bawa ke rumah sakit tadi sore. Ibuku mulai menangis dan bercerita kalo tadi saat bertemu Bulik, Bulik bilang “gausah repot-repot bawa oleh-oleh, anak-anakmu aja belum tentu bisa makan roti & buah tiap hari kan?” Bapak berubah air mukanya mendengar cerita ibu dan bergegas membimbing ibu kekamar, setelah sebelumnya menyuruh anak-anaknya,

memakan roti & buah nya, kami semua makan dengan senang hati walaupun ada sedikit ganjalan dihati kami tentang apa yang sebenarnya terjadi. Menjelang tidur ibu dan Bapak berbincang di ruang tengah, walaupun aku dikamar aku mendengar percakapan mereka,

karena kamarku tidak ada pintunya hanya ditutup dengan kain hordeng. Bapak meminta ibu bersabar, jangan dendam ke Bulik, Bulik itu orang kaya yang belum tau agama kata Bapak, suaminya cuma memberikan harta banyak tanpa ilmu, ibu harus maklum ya kata Bapakku

lagi . Kita satu keluarga besar satu pekarangan rumah, jangan sampai tetangga yang lain tahu. Malu. Aku terlelap tapi sebelumnya aku dah paham apa yang terjadi, Bulik tidak suka dikasih oleh-oleh dari saudaranya yang tidak sederajat.

Besoknya saat sarapan pagi, ibu menasehati kami semua anak-anaknya, kalo ada temenmu sudah jauh-jauh mendatangi kamu, membawakanmu oleh-oleh, terimalah dengan senang hati & ketulusan murni, walaupun mungkin kalian punya barang yang sama dengan oleh-

oleh tersebut, jangan berpura-pura senang saja, harus tulus bersyukur karena temanmu memberi perhatian dan penghargaan kepadamu. Jika memang oleh-olehnya sama dan merasa kelebihan bisa dikasihkan orang lain yang membutuhkan tanpa sepengetahuan orang yang ngasih. Bisa juga dibawa ke masjid, agar dimakan bersama-sama oleh para

jamaah disana. Ibu berbicara panjang lebar dengan muka sedih. Aku kasian melihatnya. Ibu pasti merasa direndahkan batinku ikut sedih.

Setelah dewasa sekarang ini, nasehat ibu atas berbagai peristiwa dulu, sangat berguna, masih sangat relevan dengan zaman sekarang ini. Semoga kita yang sekarang sudah menjadi seorang ibu, bisa menjadi teladan untuk anak-anak kita, walupun tentu tidak bisa sempurna. Kasih sayang yang besar dan nasehat yang baik akan dirasakan anak sampai dia besar, walaupun saat dikasih nasehat anak diam terlihat cuek, bahkan kadang ada yang ngeyel, tidak apa, karena otak bawah sadar mereka merekamnya. Wallohuallambishowab.

Demikian sedikit tulisan saya tentang ibu, semoga menginspirasi.


Tulis ini dibuat dalam rangka memenuhi ajakan menulis untuk Hari Ibu

Penulis

Suparmi (Jayamukti Cikarang Pusat)

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
DailyIQ